Sabtu, 02 Mei 2009

Edisi III

Dilema Seorang Aktifis


Sore menjelang malam Syafii bersama enam orang kawannya masih sibuk mengerjakan sesuatu dikampusnya. Kegiatan yang sama sekali tidak ada kaitannya dengan perkuliahan. Didalam ruang secretariat berukuran 3x4 meter mereka melakukan rapat konsulidasi layaknya para petinggi elit politik di negri ini. Cangkir kopi yang isinya telah habis menyisakan ampas yang mengerak dan kulit kacang yang berserakan ditengah forum yang mereka buat. Merumuskan wacana yang akan diangkat pada aksi demonstrasi esok hari. Atas dasar demi membela kepentingan rakyat rapat berlangsung sangat alot. Ada banyak kepentingan yang coba ambil bagian disana. Sehingga sulit untuk mencapai sebuah kata sepakat. Darah muda mereka yang panas beredar deras dalam tubuh, membakar emosi. Sehingga sangat berapi-api saat mengutarakan pendapat dan gigih membelanya. Akal sehat tak lagi bermain disini, yang di utamakan adalah egoisme kepentingan pribadi atau golongannya saja. Adzan magrib berkumandang dari masjid yang letaknya hanya 100 meter dari tempat mereka melangsungkan rapat. Namun hal tersebut membuat mereka serta-merta menghentikan sejenak kegiatannya untuk menunaikan ibadah sholat. Tak ada yang mau beranjak karena takut nantinya keputusan rapat yang tidak sesuai keinginan diambil saat meninggalkan rapat untuk sholat. Saat malam telah lama menjelang akahirnya dianggkat satu wacana yang disepakati dengan sepuluh poin tuntutan utama. Sebagai informasi BEM kampus tempat Syafii bernaung mendapat pesanan demonstrasi / pengerahan masa dalam jumlah besar tiga kali dalam satu tahun oleh Mr. X sang penyandang dana. Disinyalir Mr. X tersebut masih termasuk di jajaran pemerintahan yang memiliki kepentingan politik dengan adanya demonstrasi yang dimotori Syafii dan kawan-kawan.
Seorang utusan mahasiswa dari universitas yang berbeda datang menemui Syafii sesaat setelah rapat selesai. Syafii dan utusan tersebut agak menjauh dari kawan-kawan yang ada di secretariat. Tak jelas apa yang dibicarakan, namun mereka tampak membicarakan hal serius dan kemudian sang utusan berpamitan setelah pembicaraan selesai.
Syafii dan kawan-kawan langsung mengerjakan alat peraga demonstrasi berupa spanduk dan poster dengan menggunakan bahan yang telah dipersiapkan sejak tadi siang. Kain sepanjang 5 meter dibentangkan kemudian dibubuhkan tulisan berisi beberapa tuntutan dan kecaman terhadap pemerintah. Dengan karton-karton yang dijadikan poster tak jauh halnya.
Lewat tengah malam menjelang subuh. Semua yang diperlukan telah selesai dikerjakan. Sementara yang lain sibuk membereskan hasil semua peralatan, Rendi salah satu kawan Syafii yang punya asas “nasakom” (nasib satu koma) dalam Indeks Prestasi Komulatifnya pergi keluar setelah mengumpulkan uang hasil patungan. Tak lama berselang Rendi kembali bengan membawa bungkusan plastik hitam. Di dalam plastik hitam tersebut ada plastik bening ukuran 1 kg yang diikat karet berisi cairan berwarna merah keruh.
Syafii, Rendi, dan lima orang kawan-kawannya yang lain duduk bersila melingkar bak orang yang hendak melaksanakan tahlilan. Mereka kemudian meminum cairan dalam plastik hitam tersebut bergiliran. Dimulai dari Rendi, dengan menggunakan sedotan dia menyeruput cairan tersebut sampai dua tegukan kemudian langsung diberikan kepada kawan disebelahnya. Begitu terus berulang pada kawan-kawan yang lainnya. Sampai akhirnya kantong plastic tersebut sampai pada giliran Syafii yang merupakan mahasiswa teladan di kampusnya dan baru 1 bulan ini ia menjabat sebagai presiden BEM. Syafii tak serta-merta meminum cairan tersebut, karena ia tahu betul cairan di kantong plastik tersebut adalah minuman ber alkohol. Di ketahui dari efek yang ditimbulkan setelah kawan-kawan meminum bicaranya jadi ngelantur dan tak terkontrol emosinya. Bimbang dan keragu-raguan tampak di wajah Syafii, sebab seumur hidupnya belum pernah bersentuhan dengan minuman ber alkohol. Atas dasar menjunjung solidaritas pertemanan akhirnya Syafii meminumnya. Cairan tersebut masuk kedalam tubuhnya setelah diseruput, terasa pahit saat di lidah, kemudian ditelan melewati tenggorokan dan bermuara di lambung. Efek panas ditimbulkan disetiap jalur yang dilewatinya dan memaksa seluruh isi lambungnya naik ke permukaan dan mendesak keluar dari mulut. Setelah beberapa putaran cairan tersebut digilir, akhirnya cairan tersebutpun habis diikuti tumbangnya satu persatu peserta arisan alkohol tersebut sampai akhirnya mereka semua hilang kesadaran.
Pagi hari saat matahari mulai tinggi dan jam menunjukkan pukul 08.00 am. Syafii tersadar dari tidurnya karena kegaduhan yang ditimbulkan para mahasiswa peserta demonstrasi yang masih satu kampus dengannya telah hadir. Belumlah nyawa terkumpul masuk kembali kedalam raganya Syafii langsung beranjak dari tidurnya membangunkan kawan-kawannya yang masih tertidur. Cuci muka di toilet kampus sekedar membasahi wajah agar terlihat lebih segar. Namun dari matanya yang merah menyala dan aroma alkohol yang ditebar dari mulutnya, sangat jelas menggambarkan kalau Ia habis tenggelam dalam minuman keras.
Syafii mengambil almamaternya yang tersangkut pada dinding secretariat dan bergegas mengenakannya sambil berlari kecil menuju lapangan tempat para mahasiswa berkumpul. Rendi dan kelima orang kawan-kawannya yang bertindak sebagai pengurus BEM (tim lima) bergerak mengkoordinasikan para mahasiswa dan membagi-bagikan alat peraga demonstrasi yang semalam dibuat.
Rendi : “ busnya belum dateng ?!” (raut wajah kebingungan)
Syafii : “ jam berapa sekarang !?Gua coba hubungin supirnya“(ekspresi wajah
yang coba menenangkan situasi)
Syafii sedikit menjauh dan terdengar nada yang sedikit berapi-api saat berbicara lewat Hp dengan sopir bus. Sambil menunggu datang bus, Rendi berusaha membakar semangat ratusan mahasiswa yang hadir dengan yel-yel yang biasa dinyanyikan mahasiswa saat berdemonstrasi. Gemuruh suara dari ratusan mahasiswa yang menyanyikan yel-yel memecah kesunyian lingkungan kampus pagi itu.
Tepat pukul 09.00 am bus yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Sepuluh bus yang sehari-hari beroperasi sebagai angkutan umum di parkir dihalaman kampus. Tak lama setelah di parkir, sekitar lima ratus mahasiswa naik ke bus sesuai kelompok yang telah di bagi masing-masing. Rombongan bus berangkat menuju gedung Dewan Perwakilan Rakyat di Ibukota dengan beberapa orang mahasiswa yang naik di atap bus. Mengundang perhatian dan sikap sinistis dari setiap orang saat rombongan melintas. Mungkin sikap tersebut didasari oleh kejenuhan pada demonstrasi yang selalu saja berujung anarkis dan pada akhirnya masyarakat umum juga yang menanggung dampak buruknya.
Tiba dilokasi, tampak sudah ada ribuan mahasiswa yang sudah hadir dengan beraneka warna almamater memadati jalan protokol di depan gedung Dewan. Kedatangan rombongan Syafii di sambut oleh seorang koordinator lapangan (korlap) dari rombongan mahasiswa lain yang telah ada disana. Syafii yang juga bertindak sebagai korlap dari rombongannya menjabat tangan korlap yang menyambutnya. Melakukan sedikit koordinasi mengenai langkah-langkah yang akan ditempuh. Sementara itu Rendi bersama tim lima mengkoordinasikan rombongan mahasiswa yang di bawanya. Rendi dan lima ratus rombongannya berbaris terpisah dari para mahasiswa demonstran yang telah hadir sejak pagi. Sambil menunggu instruksi dari Syafii, Rendi dan tim limanya menginstruksikan para mahasiswa mempersiapkan alat peraga demonstrasinya. Tak lama Syafii kembali dan langsung membisikkan sesuatu di telinga Rendi. Rendi terlihat mengangguk-angguk menandakan Ia mengerti apa yang dibisikkan di telinganya. “Kita bergabung, tapi tetap pada barisan” instruksi yang di berikan Rendi kepada Rombongannya dan tim lima mengkoodinasikan sesuai instruksi tersebut. Dipimpin Syafii lima ratus mahasiswa berbaris rapat dibelakangnya sambil membentangkan spanduk dan poster-poster bergerak untuk bergabung dengan demonstran yang telah hadir duluan. Ibarat peperangan; Syafii selaku jendral membawa pasukannya yang bersenjata lengkap masuk ke dalam medan perang.
Kehadiran rombongan Syafii semakin memadatkan jalan Protokol didepan gedung Dewan, sehingga tak ada lagi ruang untuk para pengguna jalan. Para demonstran menyanyikan yel-yel yang berikan kecaman terhadap pemerintah di hadapan pagar gedung Dewan yang kokoh setinggi 5 meter. Di balik pagar. Lima saf aparat dengan atribut lengkap pasukan anti huru-hara berbaris rapat dan lima mobil water canon sebagai barikade terakhir setelah pagar. Bosan dengan yel-yel yang dinyanyikan dan tak ada satupun anggota Dewan yang keluar menemui para demonstran akhirnya mereka bergerak merapat pada pagar yang kokoh tersebut. Lewat pengeras suara yang dibawanya para koorlap meneriakkan “dorong..dorong…!” para demonstran pun melaksanakan perintah tersebut mendorong pagar yang sangat kokoh tersebut sedangkan aparat yang ada dibalik pagar sedapat mungkin menahan agar agar tidak jebol. Water canon ditembakkan berusaha merusak konsentrasi masa. Tendangan air yang ditembakkan sangat kuat sehingga membuat beberapa orang demonstran yang tak siap terpental beberapa langkah. Para demonstran semakin merapatkan barisannya membuat water canon tak lagi berdaya memecah konsentrasi masa. Dorongan semakin kuat, pagar yang kokoh pun mulai tak berdaya menahannya. Aparat dibalik pagar yang semula menahan dorongan mulai mundur memberi jarak sekitar 5 meter dari pagar. Melihat demikian para demonstran semakin bersemangat berusaha merobohkan pagar. Namun tiba-tiba “Dor.. Dor..!” suara letusan dari senapan aparat yang langsung disusul dengan beberapa buah kaleng hampir seukuran kaleng minuman ringan melayang diudara dan jatuh di tengah-tengah demonstran.
Dari dalam kaleng tersebut keluar asap yang sangat pekat membuat mata sangat pedih dan nafas menjadi sesak. Beberapa kaleng berhasil dilemparkan kembali kedalam oleh demonstran. Tak lama letusan yang diiringi beberapa buah kaleng yang kembali melayang kearah demonstran. Konsentrasi masa akhirnya terpecah, mereka berusaha menjauh menghindari asap yang sangat pedih tersebut. Kondisi kini berbalik, demonstran mundur sedangkan para aparat kembali merapat ke pagar. Seakan tak kapok. Beberapa orang demonstran masih terus melakukan provokasi kepada aparat. Batu atau papun yang dilihatnya dilemparkan kearah aparat, bahkan ada yang melemparkan bom molotof. Situasi semakin memanas, api bekobar diberbagai sudut, beberapa fasilitas jalan; seperti rambu lalulintas dan pot tanaman rusak. Semakin tak terkendali saat aparat keluar dari pagar dan mengejar mahasiswa yang melakukan pelemparan. Peluru karet ditembakkan dan pentungan di hajarkan oleh aparat ke setiap mahasiswa yang di dapatinya. Korbanpun berjatuhan. Demonstran terpecah, berhamburan berusaha menyelamatkan diri masing-masing.
Jauh dari tempat demonstrasi. Di depan sebuah warung rokok tampak Syafii sedang duduk seorang diri dengan keringat yang mengucur dari sekitar keningnya. Situasi yang kacau membuatnya terpisah dari rombongan. Sambil mereguk teh botol dingin Ia berusaha menenangkan diri. Dari dalam warung terdengar sayub–sayub suara televisi yang sedang menyiarkan berita tentang demonstrasi yang baru saja di alami Syafii. Sang pemilik warung berkomentar prihal berita tersebut “ Ini mahasiswa maunya apa sih?! Seneng nya kok buat kerusuhan!?”. Syafii tak menyahuti, hanya diam merenungi apa yang telah Ia jalani. Bimbang akan pilihan hidup yang di jalaninya. Jalan yang kini Ia pilih telah banyak menabrak norma-norma yang sebelumnya sangat gigih Ia jaga :
1. Berbohong dengan mengatakan kegiatan kuliah padahal Ia berdemonstrasi
kepada Orangtuanya.
2. Melalaikan Sholat
3. Minum minuman ber alkohol
4. Merusak ketentraman rakyat kecil yang sebenarnya ingin Ia bela kepentingannya.
Syafii tertunduk. Merenungi dalam-dalam teringat kepada kedua orang tuanya yang bersusah payah bejualan dipasar agar dapat membiayainya kuliah. Air mata menetes dan terus tenggelam dalam renungannya yang semakin dalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar